SEMARANG – Industri yang terkena dampak krisis perekonomian belakangan ini, khususnya di bidang tekstil dan sepatu, diminta tidak langsung mem-PHK (Putus Hubungan Kerja) karyawannya. Mereka bisa mencari solusi dengan memanfaatkan Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani pada Sosialisasi Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu, di Grand Candi Hotel Semarang, Kamis (15/10).

Menurutnya, krisis perekonomian dunia berdampak pada perkembangan sejumlah industri di Indonesia. Bahkan, ada beberapa di antaranya yang mengurangi produksi atau merumahkan karyawannya, termasuk di Jawa Tengah. Selain itu ada dari Jawa Barat, Jawa Timur, dan DIY.

"Kami berupaya membantu industri agar tidak mem-PHK karyawannya. Kalau sekarang merumahkan (karyawannya), mari kita diskusikan dulu. Setidaknya, jangan mem-PHK dulu. Di sinilah peran desk khusus ini. Bisa dibilang, kami ibarat poliklinik. Jadi, kalau ada yang kesulitan, datang saja ke BKPM. Kami akan bantu memfasilitasi," bebernya.

Diakui, industri tekstil dan sepatu di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, sangat potensial. Apalagi, keduanya merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Bahkan pemerintah mencanangkan, dalam satu tahun, tenaga yang terserap mencapai dua juta orang. Jika selama satu tahun pertumbuhan investasi di bidang itu mencapai lima persen, artinya setiap satu persen pertumbuhan harus bisa menyerap 400 ribu tenaga kerja.

Pada semester pertama 2015 ini, sektor tekstil tumbuh 58 persen dibandingkan semester yang sama pada 2014, dengan nilai investasi Rp 3,9 triliun. Selama itu, ada 378 proyek baru yang menyerap 70.725 orang tenaga kerja.

Di Jawa Tengah sendiri, tercatat 72 proyek baru. Jumlah itu masih dapat terus bertambah jika ada dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota. Tanpa dukungan pemerintah daerah, tidak akan ada investasi yang sukses.

Di sektor sepatu, semester pertama 2015 terjadi kenaikan 613 persen dengan realisasi nilai investasi Rp 759 miliar. Proyek baru sebanyak 65 proyek, tercatat mampu menyerap 10.180 orang tenaga kerja. Di Jawa Tengah semester pertama ini ada tiga proyek, dengan nilai investasi Rp 508 juta. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 300 orang.

"Namun sektor industri kita dihadapkan pada berbagai tantangan. Antara lain, peningkatan biaya produksi, penurunan permintaan pasar dalam negeri karena turunnya daya beli masyarakat, banyak produk bekas dari luar negeri baik legal maupun ilegal, serta permasalahan hubungan industrial sehingga mengurangi produktivitas perusahaan," kata Franky.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi menyambut baik dibentuknya Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu, yang sejalan dengan upaya pemerintah provinsi untuk terus mengembangkan industri di Jawa Tengah. Baik industri besar, menengah, maupun mikro dan kecil. Apalagi, industri yang menyerap banyak tenaga kerja.

"Kami terus mengupayakan agar semua orang usia kerja, sedapat mungkin bekerja. Sehingga mempunyai penghasilan, dan memiliki daya beli. Kita mengusahakan pendidikan formal, setidaknya masyarakat harus lulus SLTA, yang kami arahkan ke SMK agar punya ketrampilan dan bisa masuk ke sektor industri. Sebab, meski investasi tumbuh, kalau masyarakat tidak memiliki ketrampilan ya percuma," ungkapnya.

Pemerintah provinsi juga terus meningkatkan kerja sama dengan pemerintah kabupaten/ kota, khususnya menyangkut kemudahan perizinan bagi investor. Di samping itu, Wagub menilai perlunya peninjauan dan penyesuaian Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang, khususnya yang sudah diberlakukan lebih dari lima tahun.

Dia menunjuk contoh yang terjadi di Batang, di mana ada investor yang telah membeli lahan seluas lima hektare untuk usahanya yang mampu menyerap 8.000 orang tenaga kerja, tapi ternyata tidak memeroleh izin karena tanah yang digunakan tidak sesuai peruntukannya. Padahal, tanah tersebut bukan lahan produktif.

Untuk kasus semacam itu, sebaiknya Peraturan Daerah dapat disesuaikan agar lebih ramah investasi. Dengan catatan, peninjauan dilakukan harus tetap menjaga keberadaan lahan lestari atau lahan produktif.

"Saya dorong Pemkab Batang untuk merevieu. Bukan untuk melanggar tata ruang, tapi tata ruang dalam Perda sudah waktunya ditinjau agar ramah investasi. Di satu sisi tidak mengubah lahan pertanian subur dan tidak merugikan tanaman pangan kita, tapi di sisi lain bisa menguntungkan," ujar Heru.

Ketua Dewan Pengarah Asosiasi Pertekstilan Indonesia Beni Sutrisno menambahkan, keberadaan Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu sangat penting agar perusahaan dapat mengatasi persoalan yang dihadapi. Khususnya saat kondisi perenomian tidak stabil.
"Desk ini seperti poliklinik yang mendiagnosis perusahaan yang sakit. Sakitnya apa, bisa disembuhkan dokter apa. Kalau misalnya karena masalah keuangan, akan dicarikan apakah perbankan atau Kemenkeu yang ikut membantu," tandasnya.

Sumber : Humas Jateng

Post a Comment