SEMARANG  – Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo menilai jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada Maret 2015 yang mencapai 4,577 juta jiwa atau naik 15,21 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 disebabkan kondisi ekonomi nasional yang lesu, akibat krisis ekonomi global.

 Karenanya, dia berencana mengoreksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar sesuai dengan kondisi perekonomian terkini. "RPJMD-nya harus diubah. Tidak mungkin kalau sampai tahun depan (target kemiskinan) bisa (turun) delapan koma sekian.

Maka nanti kita koreksi RPJMDnya sehingga kita bisa memasukkan itu," kata Ganjar usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Jawa Tengah dengan agenda pembacaan Laporan Banggar dan pemandangan umum fraksi DPRD Jawa Tengah atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD Provinsi Jawa Tengah TA 2016, Kamis (12/11/2015).

Selain kondisi ekonomi yang mengalami krisis, tidak terpenuhinya target penurunan kemiskinan juga akibat dari terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Dalam UU tersebut pencairan dana hibah pemerintah ke penerima terhalang perihal pemenuhan badan hukum. Sehingga, dana Rp 37 miliar yang seharusnya untuk rehabilitasi Rumah Tak Layak Huni (RTLH) tidak bisa dicairkan.

Padahal di Jawa Tengah masih ada sekitar dua juta unit RTLH di 35 kabupaten/kota yang membutuhkan pembenahan pemerintah dengan segera. "Kemarin kita mengambil Rp 37 miliar untuk penanganan kemiskinan, karena hibah tidak bisa diberikan untuk RTLH. Ini menghambat," ujarnya.

Karena ada kendala-kendala tersebut, Ganjar mengusulkan agar DPRD Jawa Tengah memberikan tambahan dana tidak terduga kepada pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang nantinya dapat digunakan untuk penanganan bencana dan pengentasan kemiskinan dengan segera.

"Saya minta tambahan, coba dana tak terduga saya Rp 30 miliar bisa nggak ditambahi Rp 100 miliar. Itu nanti begitu terjadi bencana saya cepat banget, juga kalau ada mereka yang rentan miskin atau terjadi masalah sosial saya juga turunnya cepat," tuturnya.

Selain meminta tambahan dana tak terduga, orang nomor satu di Jawa Tengah tersebut juga meminta DPRD memberikan dana cadangan untuk dapat membeli hasil pertanian masyarakat. Sehingga, Nilai Tukar Petani (NTP) dapat terus meningkat.

"Tiap panen padi pasti jatuh tho harganya. Kenapa kita tidak intervensi? Kalau nasional ada Bulog, Bulog diberikan PSO (Public Service Obligation) sama pemerintah dari APBN, kenapa kita tidak membuat seperti itu di daerah, kalau itu bisa, bisa menanggulangi," tandasnya.

Terkait prioritas pembangunan yang masih terfokus di infrastruktur, Ganjar menilai infrastruktur juga merupakan cara yang lebih sistematis dalam mengentaskan kemiskinan. Sebab, infrastruktur memberi multiplier effect yang dapat meningkatkan perekonomian rakyat, lantaran mudahnya akses arus dan volume mobilitas barang serta orang.

"Ini (infrastruktur) nanti efeknya kesana (kemiskinan). Umpama irigasi dan embung, tapi embung saya dipotong sama teman-teman dewan anggarannya. Maka saya mau kembalikan lagi," terangnya.

Sementara itu Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Tengah berpendapat, untuk mengoptimalkan penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah, pemerintah harus melakukan pendataan berdasarkan by name by address agar data kemiskinan yang ada menjadi jelas dan terukur.

Selama ini Banggar menilai data kemiskinan tidak valid karena adanya perbedaan tolak ukur kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.


Sumber : (Humas jateng)

Post a Comment