KALIMANTAN  UTARA - Transmigran asal Jawa Tengah yang akan ditempatkan di Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara, akan dibekali keterampilan kewirausahaan. Dengan begitu, mereka dapat lebih bisa bertahan hidup dan meningkatkan pendapatan keluarga.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Dinakertras) Provinsi Jawa Tengah, Dra Wika Bintang MM didampingi Kepala Biro Humas Setda Provinsi Jawa Tengah Drs Sinoeng N Rachmadi MM menyampaikan, pada 2016 mendatang, sedikitnya 100 kepala keluarga (KK) asal Jawa Tengah akan ditransmigrasikan ke Kabupaten Bulungan.

Berdasarkan hasil peninjauan ke calon lokasi transmigrasi yang dilakukan bersama Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP pada 22-24 Oktober lalu, secara fisik lokasi yang disiapkan untuk para transmigran asal Jawa Tengah sudah cukup baik.

Aksesibilitas, imbuhnya, cukup baik dengan akses jalan masuk ke lokasi sudah diperkeras/ beraspal. Lokasi tersebut dapat pula diakses melalui jalur sungai. Jarak dari pusat pelayanan tidak jauh, hanya sekitar 10-20 kilometer dari ibukota kabupaten dan provinsi.

Infrastruktur pendukung bagi transmigran sudah cukup baik. Mereka dapat menempati rumah berukuran tipe 36 dengan dua kamar tidur, dan dilengkapi dengan ruang keluarga atau ruang tamu berjendela kaca, dapur, serta kamar mandi dengan closet dan septic tank yang sangat memadai.

Rumah yang disediakan berlokasi pada lahan yang hamparannya datar, dengan availibilitas air yang relatif baik. Jembatan penghubung bangunan rumah ke jalan lingkungan pun sangat memadai pada masing-masing unit rumah. Meski begitu, sejumlah pembenahan terus dilakukan agar lokasi transmigrasi benar-benar memadai untuk masyarakat, terutama yang terbiasa tinggal di Jawa Tengah. Di antaranya penyempurnaan infrastruktur jalan dan saluran drainase, serta penyediaan air bersih.

"Secara ekonomi lokasi yang direncanakan untuk para transmigran juga sudah cukup baik. Sudah ada beberapa aktivitas yang dilakukan masyarakat, baik para transmigran yang sudah tinggal di sana, para pendatang nontransmigran, maupun penduduk lokal yang sudah lama tinggal di tempat tersebut," beber Wika.

Variasi aktivitas ekonomi masyarakat yang sudah cukup banyak, baik sektor primer, antara lain bertani, penambang, nelayan ikan, dan sebagainya, sektor sekunder (home industri, pekerja pabrik, tukang bangunan, dan lain-lain), maupun sektor tersier (jasa-jasa).

Di tempat itu juga terdapat infrastruktur ekonomi yang sudah memadai, baik pasar, took, warung, bank, KUBE, dan sebagainya. Namun masih perlu directional policy yang menentukan nantinya akan dibawa ke mana para transmigran tersebut. Jejaring input-proses-output juga mesti terbangun.

Mengingat kondisi tanah antara lokasi transmigrasi dengan tempat asalnya berbeda, kata Wika, perlu dilakukan pengenalan budidaya tanaman secara intensif agar produktivitasnya tinggi. Sehingga, dengan lahan yang tidak terlalu luas (satu hektare) tetap mampu memenuhi kebutuhan keluarga.

Di samping itu, untuk lebih meningkatkan pendapatan keluarga diperlukan pengembangan kegiatan off farm, seperti peningkatan keterampilan membuat kerajinan, maupun pengelolaan hasil pertanian. Termasuk, pengembangan bibit tanaman unggul.

"Agar transmigran bisa terus survive di tempat baru, perlu pendampingan dari petugas penyuluh lapangan secara intensif. Untuk itu kami bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi.

Antara lain, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Semarang, dan Universitas Gadjah Mada. Kerja sama juga dilakukan dalam penyediaan alat-alat mekanisasi pertanian," ungkapnya.

Dosen Pembimbing Lapangan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada, Dr Jaka Marwasta SSi MSi menekankan para transmigran yang dikirim harus transmigran plus agar dapat mengolah lahan seluas satu hektare per KK yang baru siap produktif setidaknya dalam waktu tiga tahun.

Dalam kurun waktu tersebut mereka mesti memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan melakukan kegiatan ekonomi produktif nonpertanian. Bisa di sektor sekunder maupun tersier. Hal itu tidak bisa diharapkan dari para transmigran yang biasa-biasa saja.

"Karenanya diperlukan pembekalan yang not as business as usual seperti transmigran lainnya. Mahasiswa KKN dapat dilibatkan dalam proses pembekalan tersebut.

Mereka juga dapat diterjunkan ke lokasi transmigran sebagai katalisator budaya bagi harmonisasi masyarakat lokal dan pendatang. Konsep Sarjana Percepatan Pembangunan Perdesaan (SP3) maupun Sarjana Transmigran sangat relevan untuk benar-benar diaplikasikan," tuturnya.


Dalam hal ini UGM siap menerjunkan 30 mahasiswa KKN Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (PPM) pada periode 1 April-31 Mei 2016 dan 1 Juli-31 Agustus 2016.

Mereka fokus pada kegiatan pendampingan dan sosialisasi program transmigrasi kepada masyarakat lokal di Tanjung Batu, Bulungan. Pelibatan mahasiswa KKN juga akan dilakukan pada akhir tahun, dan tiga kali periode setiap tahunnya pada 2017-2019.

Di samping itu, UGM juga menyeleksi para mahasiswa tingkat akhir maupun fresh graduate untuk menjadi volunteer program SP3 dan Sarjana Transmigran, serta mengalokasikan SDM baik dosen maupun mahasiswa dan skema hibah teknologi tepat guna maupun desa binaan untuk menyuport program besar tersebut.


Sumber : (Humas Jateng)

Post a Comment