JEMBER, infojatim.com– Motto Berani Transparan Mengungkap Membantu Yang Belum Terungkap. 


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan keganjilan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Jember tahun anggaran 2020.

BPK menemukan dana bantuan tidak terduga (BTT) Covid-19 senilai Rp 107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Pada 2020, Pemkab Jember menganggarkan dana BTT Covid-19 sebanyak Rp 479 miliar. Dana tersebut dikeluarkan bupati periode sebelumnya.

“Dari dana BTT Covid-19 Rp 479 miliar, sebanyak Rp 220 miliar sudah terbelanjakan,” kata Wakil ketua DPRD Jember Ahmad Halim kepada awak media  di ruangannya, Senin (7/6/2021).

Realisasi BTT sebesar Rp 220 miliar tersebut sudah keluar dari rekening kas daerah. Rinciannya, sebanyak Rp 74 miliar memiliki surat pertanggungjawaban. Sedangkan Rp 107 miliar dana yang keluar tidak ada surat pertanggungjawabannya.

“Artinya Rp 107 miliar keluar, sampai dengan deadline 31 Desember 2021 tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tambah Halim.

Lalu, sebanyak Rp 17 miliar sudah dikembalikan ke rekening kas umum daerah (RKUD) pada 2020. Sebanyak Rp 1,8 miliar disetor ke RKUD namun baru dilaporkan pada tahun 2021. Sedangkan dana yang masih ada di rekening kas bendahara sebanyak Rp 18 miliar.

Politisi Gerindra itu menegaskan, seharusnya dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu dikembalikan pada rekening kas umum daerah. Namun hal itu tidak dilakukan sampai sekarang.

“Seharusnya dikembalikan pada kas daerah, namun tidak dilakukan,” imbuh dia.
Halim tak mengetahui pasti ke mana larinya dana ratusan miliar itu. Kata dia, uang tersebut sudah keluar dari rekening kas daerah ke pengguna anggaran Covid-19, yakni BPBD Jember.

Halim menilai tidak adanya pertanggungjawaban dana tersebut berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.

“BPK menilai ini akan sulit kalau tidak diputuskan majelis hakim,” tutur dia.

 Artinya, kata Halim, ada potensi terjadi tindak pidana korupsi dalam pengeluaran dana BTT Covid-19 tersebut.

“BPK menjelaskan tindak lanjut tersebut bisa dibawa ke Pengadilan,” tambah dia.

Halim menambahkan berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, di dalamnya mengamanatkan pada DPRD dan Pemkab Jember untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut.

Untuk itu, pihak DPRD Jember akan melaporkan temuan tersebut pada aparat penegak hukum. Namun, harus mengkaji terlebih dahulu dengan pimpinan DPRD Jember dan tim ahli.

“Kami komunikasikan dengan tim ahli, membuat narasi laporan seperti apa,” ucap dia.

DPRD bisa ajukan audit investigasi ke BPK

Dosen manajemen keuangan daerah Universitas Jember Hermanto Rohman menambahkan, audit BPK untuk menilai apakah pengelolaan keuangan sudah sesuai atau tidak dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP).

Pemkab Jember memiliki waktu selama 60 hari untuk memberikan jawaban terkait temuan tersebut.
Itupun harus diawasi oleh DPRD Jember terkait rekomendasi audit, apakah dijawab dengan benar atau tidak,” kata Hermanto.

Selain itu, Bupati Jember juga harus mengawal dan memastikan siapa yang bertanggung jawab terkait temuan BPK itu. Meskipun temuan itu merupakan kebijakan bupati sebelumnya.

Hermanto menambahkan, meskipun ada surat pertanggunjawaban, dana Rp 107 miliar itu harus tetap dikembalikan. Sebab sudah melewati tahun anggaran, yakni 31 Desember 2021.

“Pertanggungjawabannya itu tidak bisa dimasukkan dalam klausul audit,” ujar dia.

Hermanto menilai dana Rp 107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu uangnya harus ada, baik dalam bentuk tunai maupun nontunai.

 Jika tidak ada, maka DPRD bisa meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau investigasi.

“Kalau audit lanjutan, dananya dilacak, larinya uang kemana,” tambah dia.

Sebab audit BPK itu hanya temuan awal, untuk mengetahui apakah ada unsur pidana atau tidak, harus diinvestigasi oleh BPK.

Alternatif kedua, kata dia, DPRD Jember bisa memaksimalkan Pansus Covid-19 untuk menindaklanjuti temuan tersebut, yakni dengan mencari bukti uang Rp 107 miliar itu.

Ruang investigasi diambil DPRD melalui Pansus Covid-19 sampai ada bukti cukup bila hendak dilaporkan ke APH.

“Untuk melaporkan ke APH, bisa dari BPK atau DPRD atau dari masyarakat,” tambah dia.

Dosen Universitas Jember itu menilai dampak dari pengelolaan uang yang tidak tepat itu merugikan rakyat. Seharusnya uang dibelanjakan untuk rakyat, tetapi karena diduga tidak tepat akhirnya tidak jelas.

Sementara itu, Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku memiliki waktu 60 hari untuk memberikan jawab terkait temuan BPK tersebut.

“Silakan dijawab saja siapa yang bertanggung jawab saat itu,” terang dia.

Jika BPK menilai jawaban yang diberikan tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka temuan itu bisa ditindaklanjuti aparat penegak hukum.

Namun, laporan ke penegak hukum itu tidak dibuat oleh Pemkab Jember, tetapi DPRD.

“Laporannya tentu dari teman-teman legislatif, bukan kami lempar bola, legislatif sisi pengawas,” jelas dia.

Hendy tak ingin masalah tersebut menjadi beban bagi kepemimpinannya di masa datang.

Sebelumnya, BPK memberikan opini tidak wajar pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2020 Pemkab Jember.

Pemeriksaan atas LKPD bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah dengan berdasar pada empat kriteria.

Di antaranya, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.

Selain temuan dana Covid-19, BPK juga menemukan adanya Rp 202 miliar atas belanja barang dan jasa yang laporannya disajikan lebih tinggi. Sedangkan belanja pegawai disajikan lebih rendah.

Kemudian, Ada Rp 66 miliar realisasi belanja tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG) tanpa rekapitulasi sehingga tidak dapat diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat.

Selain itu, ada Rp 68 miliar realisasi pembayaran belanja pegawai yang tidak sesuai dengan SAP dan kesalahan penganggaran. Selanjutnya ditemukan Rp 31,57 miliar utang jangka pendek lainnya yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
Sampai berita ini diturunkan, Selasa (08/06/2021) . 


Sumber Berita ; Partner Mitra Media 
Pendiri Penanggung Jawab Redaksi 

Post a Comment