GRESIK - Dhungkah atau bahasa jawanya lesung, benda yang terbuat dari kayu utuh ini zaman dulu di jadikan alat untuk melakukan woro-woro atau memanggil oarang saat akan gotong-royong maupun tanda bahaya, di mana cara memukul dhungkah yaitu dengan ramai-ramai sehingga menimbulkan bunyi-bunyian keras.

Zaman dulu yang memiliki dhungkah biasanya orang-orang kaya saja, dimana saat panen mereka ramai-ramai menumbuk padi. Namun zaman berubah, sekarang dhungkah sudah tidak lagi di pakai untuk menumbuk padi, tapi dimanfaatkan untuk media kesenian, sebagai upaya untuk melestarikan dhungkah, maka  Kecamatan Tambak Bawean mengadakan festival lomba dhungkah antar desa, sebanyak 13 peserta ikut berpartisipasi dalam festival tersebut.

)Mereka para pemainnya adalah ibu-ibu PKK desa, masing-masing tim sebanyak 12 orang ibu-ibu, dan para peserta diwajibkan menggunakan pakaian kebaya dan jarit.

Wakil Bupati Gresik Dr.H. Moh qosim merasa bangga, saya sangat bangga dengan semangat ibu-ibu dalam memainkan dhungkah, terlihat semua pemainnya dengan konsentrasi tinggi, namun mereka masih bisa tersenyum. Terimakasih kepada ibu-ibu yang telah melestarikan dhungkah sebagai kesenian yang menghibur.

Dulu dhungkah atau lesung hanya bisa dimiliki oleh orang-orang kaya, dimana fungsi dhungkah yaitu untuk memisahkan antara kabah dengan padi, sadang bagi orang miskin hanya memiliki lumpang kecil.

Namun perkembangan zaman menjadikan dhungkah sudah tidak ada fungsinya lagi, bahkan sudah ditinggalkan orang, namun di Tambak, justru dhungkah bisa di jadikan alat kesenian yang bisa menghibur masyarakat, saya berharap kesenian yang hanya ada di tambak ini agar di lestarikan atau ditingkatkan  harapnya. Sebagai tanda di bukannya festival lomba dhungkah, istri wakil Bupati Gresik menandainnya dengan ikut memukul dhungkah bersama Tim peserta lomba.

Sementara itu camat Tambak Narto menjelaskanbahwa kesenian dhungkah ini sudah mulai berkembang, bahkan semua desa telah memilikinya. Karena dhungkah mampu menjadi semuah alat kesenian,sehingga warga yang mempunyai hajat seperti kawinan atau sunatan mereka lebih memilih nanggap dhungkah sebagai hiburan.

Upaya kami untuk melestarikannya yaitu dengan cara mengadakan lomba antar desa dan terbukti baik peserta maupun penontonnya sangat antusias sekali. Sudah dua tahun ini, kami mengadakan festival lomba dhungkah dalam memperingati Hari Ulang tahun ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Asz/team/d2g

Post a Comment