JAKARTA infojatim.com - Dana desa memang sangat rawan bila tidak di kawal dengan serius dan maksimal, karena dana yang besar itu bila pengelolaanya tidak di imbangi dengan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) nya yang handal dikhawatirkan terjadi penyimpangan, memang mengucurkan dana desa itu penting tetapi tak kalah pentingnya adalah mempersiapkan SDM-nya ini agar dalam pelaksanaanya benar-benar sesuai dengan aturan Kyai,M.Muzakkin (Gus Zakky) Ketua umum JCW (Jatim Corruption Watch) Provinsi jawa timur yang juga ketua pusat BPAN RI (Badan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia) ini mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mewaspadai penggunaan dana desa tersebut. 

Menurutnya "Mewaspadai penggunaan dana desa adalah wajib dan perlu dilakukan oleh KPK lembaga anti rasuah ini jangan hanya fokus ke OTT (operasi tangkap tangan) saja sebab mewaspadai akan lebih baik karena itu bagian dari pencegahan korupsi. Banyaknya kepala desa yang yang akhir-akhir ini masuk penjara rata-rata adalah dikarenakan korupsi dan menyelewengkan dana desa apapun alasanya prilaku demikian jelas sebuah pelanggaran hukum, KPK agar segera memberikan bimbingan bekerjasama dengan instansi terkait" tuturnya saat ditemui awak media di Jakarta pusat (Rabo/20/12/2017). 

Lanjut pria yang juga pengasuh pondok pesantren khusus rehabilitasi sakit jiwa dan narkoba "Dzikrussyifa' Asma'berojomusti" di Lamongan ini
"Mendesak KPK untuk mewaspadai penggunaan dana desa adalah sebuah sikap kekhawatiran JCW, hal itu wajar-wajar saja karena bertujuan untuk melakukan pencegahan agar korupsi tidak merajalela dan uang negara benar-benar difungsikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepentingan rakyatnya" ungkapnya.

Pentingnya pengawalan dana desa sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah 2017 ini menggelontorkan dana desa lebih dari Rp 60 triliun. Darisana, KPK khawatir banyak pihak yang mencoba menyalahgunakan dana tersebut mulai dari kewenangan hingga dana itu sampai ke masyarakat.

KPK pun melakukan kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa agar implementasi UU Desa tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kajian ini untuk menghindari munculnya pihak-pihak yang mencoba untuk menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan sendiri atau golongan.

Hasil kajian KPK sejumlah potensi persoalan pengelolaan dana desa selama penyaluran tahap pertama di 63 kabupaten. Setidaknya ada 14 potensi persoalan. Salah satunya, persoalan regulasi. Ada perubahan aturan dari PP No 60/2014 menjadi PP No 22/2015 yang mengakibatkan formula pembagian dana desa berubah.

Di dalam Pasal 11 PP No 60/2014 formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten cukup transparan yakni dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Namun pada PP yang baru yakni Pasal 11 PP No 22/2015 formula pembagian dihitung berdasar jumlah desa dengan bobot sebesar 90 persen. Sisanya 10 persen dihitung menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Dari contoh diatas KPK mengimbau agar patut diwaspadai dari hasil temuan KPK tersebut. Meski kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, namun ketika pejabat negara tersebut mengambil kebijakan dengan sengaja menguntungkan orang lain atau melawan hukum maka bisa disebut korupsi.

Jadi kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, tidak bisa kebijakannya (diusut) tetapi yang harus diusut hukum adalah yang membuat kebijakan itu. Itu ada unsur-unsur yang memenuhi kerugian negara dan melawan hukum, Kalau ada maka itu masuk wilayah Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3.

Disisi lain Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KDPDTT) Anwar Sanusi mengaku telah memberikan fasilitas terkait beberapa hal yang akan menjadi persoalan dalam proses pencairannya Dana Desa.

"Contohnya membuat RPJMDes kemudian APBDes. Kami ketika melakukan beberapa rapat koordinasi ternyata problematika ada disitu, banyak sekali daerah-daerah yang mungkin tadi kapasitas SDMnya belum terlalu terpenuhi" ujar Anwar.

Anwar mengatakan dari 74.093 desa itu ada 5 kepala desa yang memiliki Ijasah S3. Tingkat pendidikan kepala desa yang rendah menjadi persoalan untuk kebutuhan menyusun APBDes ini. Dari Kemendes, kata Anwar, juga akan membuka pelatihan Grand Master untuk para kepala desa.

"Jadi nanti kami akan melatih para trainer-trainer ketika tenaga pendamping desa mulai desember 2017 lah, mereka melakukan tugas dan fungsinya," ujar Anwar.

Adapun fasilitas pendampingan bagi tiap kepala desa, Anwar mengaku tidak bisa memaksakan 1 orang didampingi 1 pendamping. Sebab permasalahannya adalah anggaran negara tidak cukup untuk membiayai para pendamping tersebut.

"Keinginan kami satu desa satu pendamping, tapi berdasarkan kekuatan anggaran sampai saat ini akan sangat berat, sehingga sementara, 2 sampai 3 desa baru akan 1 pendamping," ujar Anwar. 

Jadi menurut Gus Zakky bila ingin sukses dalam penggunaan dana desa, Pengawasanya harus maksimal jangan hanya dibebankan pada KPK, Kepolisian dan Kejaksaan saja, tetapi semua elemen masyarakat  dan instansi terkait harus turut serta untuk mewaspadai terkait penggunaan dana desa tersebut agar dalam pelaksanaanya benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan harapan dan aturan yang ada" pungkasnya.


Arifin S Zakaria Team
Sumber SuaraJCW.news (KikiJCW)

Post a Comment