JATENG infojatim.com - Seperti judul diatas itulah kenyataan yang terjadi di Indonesia, hal itu akan kita ulas lebih dalam terbitan pada edisi ini. Namun sebelumya kita akan mengangkat cerita dari terbitan berita sebelumnya yaitu tentang sopir yang menjadi korban pencurian ban serep sebut saja AK 35 th di Pemalang beberapa waktu lalu.

Ironis jika kita mengetahui cerita kali ini bahwasanya justru sopir yang menjadi korban pencurian ban serep sekarang justru diancam akan di laporkan ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Bahkan dalam Minggu ini salah satu sopir telah di penjara kan oleh perusahaan tersebut.

Fenomena itulah yang sering terjadi apabila kelengkapan kendaraan hilang, atau terjadi kecelakaan mungkin karena tanggungan klaim ganti rugi yang dibebankan kepada sopir oleh perusahaan berdasarkan aturan perusahaan yang tidak dapat di selesaikan atau di lunasi oleh tertanggung.

Bagaimana bisa hal itu terjadi..? Itulah hukum di negeri ini hanya tajam kepada kaum kecil namun tumpul bagi orang besar dan punya pengaruh.

Kasus yang seharusnya di usut secara rinci dari awal kejadian ban hilang belum terselesaikan tapi justru di upayakan dengan membuat kasus lain seolah sopir yang bersalah untuk menjerat dan mengintimidasi sopir agar mau membayar ganti rugi klaim barang yang hilang.

Gaji yang menjadi hak pekerja pun tidak di berikan atau di tahan oleh perusahaan untuk mengganti kerugian.

Bagaimana hal ini bisa terjadi..??
Sedangkan hak pekerja saja tidak di penuhi tapi justru pekerja di tekan dengan aturan yang jelas-jelas hanya mementingkan kepentingan perusahaan saja tanpa melihat bagaimana nasib pekerja yang tidak mendapatkan haknya.

Kasus di PT ENERGI BUMI SHAKTI hanyalah salah satu dari banyak kejadian selama ini.

Sudah jatuh tertimpa tangga itulah yang terjadi pada ratusan bahkan ribuan nasib sopir di negeri ini jika mengalami kesialan pada tempatnya bekerja, seolah-olah tak mendapatkan perlindungan dari segi apapun dan tetap selalu dianggap salah jika terjadi permasalahan dalam tugasnya, jika ada barang muatan atau kelengkapan kendaraan yang hilang atau rusak harus ganti atau penjara.

Dan anehnya aparat kepolisian bisa dengan mudah memperkarakan kasus tersebut hanya berdasarkan laporan sepihak tanpa bukti data, atau saksi saksi yang akurat.

Seolah tak ada unsur dari segi mengingat, menimbang dan memperhatikan, layak dan tidaknya kasus tersebut untuk dilanjutkan sudah di setting sedemikian rupa yang kecil tetap salah. 

Asas praduga tak bersalah pun diabaikan.

Yahh...namanya perusahaan tentu lebih mampu dan lebih berpengaruh kalo dalam hal ini. Atau jangan-jangan ada unsur lain agar polisi mau bertindak...??

Sedangkan polisi khususnya resort pemalang yang pada waktu kejadian yang menimpa AK 35 th beberapa waktu lalu mendapatkan laporan tidak ada tindakan sama sekali, bahkan perusahaan pun justru merekayasa bahwa ban tersebut di gelapkan oleh sopir.

Payung hukum dan legalitas perusahaan jadi senjata untuk memojokkan buruh atas kesalahan yang dilakukan.

Aturan perusahaan seolah menjadi jebakan mematikan bagi kaum buruh di negeri ini.

Pantas saja permasalahan tentang buruh dan segala macam aturan ataupun UU ketenagakerjaan di negeri ini seolah selalu menjadi bola api yang tak pernah padam, karena dinilai pemerintah kurang berpihak kepada buruh atau rakyat kecil.

Kecenderungan hukum pada sebelah pihak itulah yang membuat kaum kecil makin tertindas dan tidak mendapatkan hak dan keadilan di negeri ini.

Sungguh tak sebanding dengan resiko yang harus dialami, nasib buruh di negeri ini ibarat kerbau pembajak sawah yang ia dapatkan hanya rumput untuk makan penyambung hidup itu saja masih jauh dari kata layak.


Bersambung......


ARZ Team

Post a Comment