BATANG - "Jalan Perjuangan 17 Tahun Akhirnya... Maturnuwun Republik Indonesia"

Kalimat tersebut tertulis pada spanduk yang berada di Lapangan Desa Tumbrep Kecamatan Bandar Kabupaten Batang, lokasi penyerahan sertifikat reforma agraria oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang RI/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Drs Ferry Mursyidan Baldan, Kamis (11/02/16).

Ya, perjuangan warga mendapatkan hak milik atas tanah yang semula menjadi hak guna usaha PT Perkebunan Tratak tersebut cukup panjang dan melelahkan. Wajar saja jika para petani bersorak riang karena akan mendapatkan hak milik tanah, dan memanfaatkannya untuk peningkatan kesejahteraan mereka.

"Ini merupakan hasil perjuangan berdarah-darah dan melelahkan dari petani penggarap untuk memiliki dan menggunakan lahan tersebut," ungkap Plt Kepala Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah Drs Lukman Hakim SH.

Mulanya, imbuh Lukman, tanah hak guna usaha atas nama PT Perkebunan Tratak dipakai untuk perkebunan yang berkembang baik. Namun seiring perkembangan waktu masalah keuangan mulai mengganggu perusahaan hingga sebagian besar tanah tidak terurus baik, bahkan tidak digunakan sesuai peruntukannya.

Di sisi lain, masyarakat sekitar yang miskin sebagian besar tidak memiliki tanah, ditambah dengan kondisi sosial politik pascareformasi yang sangat berpihak pada rakyat kecil, ikut nmemicu pengambilalihan lahan garapan oleh masyarakat. Sejak saat itu terjadi konflik antara perusahaan dan warga.

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Pendayagunaan Tanah Terlantar membawa angin segar bagi perjuangan masyarakat. Melalui sejumlah tahapan, tanah di Desa Tumbrep tersebut dinyatakan tanah terlantar dan menjadi tanah cadangan umum negara.

Selanjutnya, tanah dapat didayagunakan untuk kepentingan masyarakat melalui program reforma agraria sebanyak 425 bidang. Diharapkan penyertifikatan tanah tersebut, menjadi ruang hidup yang menentramkan dan memakmurkan warga.

"Reforma agraria ini dapat ditiru atau dicontoh kantor pertanahan lain di wilayah Kanwil BPN Jawa Tengah maupun tanah lain di luar Pulau Jawa," kata Lukman.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Drs Ferry Mursyidan Baldan meminta maaf jika proses pengurusan tanah tersebut membutuhkan waktu yang lama. Pihaknya berupaya melakukan penyelesaian tanpa menimbulkan persoalan di kemudian hari sehingga kemanfaatan tanah benar-benar untuk menentramkan dan menyejahterakan rakyat.

Bagaimana pun tanah adalah sesuatu yang melekat dengan riwayat kehidupan. Dengan kata lain, tanam memiliki riwayat dan tidak ada yang terputus riwayatnya. Jadi, pemaknaan tanah tidak hanya pada aspek legalitas. Untuk itu, setiap ada konflik pertanahan, yang ditawarkan kali pertama adalah mediasi. Apalagi tanah yang memiliki riwayat lebih dari 10 tahun.

"Dengan sertifikat ini tidak ada yang bisa mengutak-atik, mengganggu, apalagi mengusir. Mudah-mudahan. Menjadi dasar untuk kehidupan bapak/ ibu yang menentramkan dan memakmurkan," tegasnya.

Meski sudah menjadi hak warga, Ferry menegaskan jika tanah program reforma agraria hingga 10 tahun ke depan tidak boleh diperjualbelikan dengan alasan apa pun. Jika dijual, BPN berhak mengambil kembali tanah itu. Penjualan boleh dilakukan pada tahun ke-11 dengan syarat dibeli oleh satu dari 425 penerima sertifikat reforma agraria. Dengan begitu sertifikat tidak "keluar".

Dia juga meminta pemerintah daerah dan perbankan ikut mendorong hak atas tanah itu. Perbankan, termasuk Bank Jateng yang telah melakukan kerja sama dengan pemerintah, diminta tidak melepas sertifikat tanah reforma agraria yang diagunkan kepada pihak ketiga. Bahkan bank tersebut tidak diperkenankan mengambil untung yang dapat memberatkan petani.

Tidak hanya di Batang, saat ini BPN juga tengah menyiapkan program reforma agraria di enam wilayah lain. Yakni di Kabupaten Pemalang, Garut, Ciamis, Cianjur, Palangkaraya, dan Dompu.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP meminta pemerintah kabupaten untuk ikut mengawasi penggunaan tanah di desa tersebut. Jangan sampai ada tanah yang dijual, sehingga dapat bermanfaat bagi warga.

Tidak hanya itu, pemerintah diharapkan dapat ikut membantu masyarakatnya, antara lain dengan membuat infrastruktur pendukung di kawasan tersebut. Termasuk, saluran irigasi, embung, dan lainnya.

Ditambahkan, selain di Kabupaten Batang, masih ada beberapa persoalan tanah yang mesti diselesaikan. Salah satunya di Kabupaten Kebumen. Karenanya, Ganjar meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang bersama jajarannya untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.

Bupati Batang Yoyok Rio Sudibyo menyatakan kesiapannya membantu masyarakat. Menurutnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memastikan setelah ada penyerahan tanah ada kemuliaan petani dalam peningkatan kesejahteraan. Dia menjanjikan infrastuktur untuk petani penggarap segera terbangun dan tertata. Namun dia meminta tanah tersebut tidak disewakan atau dijual.

"Saya haramkan. Dan saya akan bertindak kalau ada yang dijual. Kali ini saya ingin tanah ini saudara dapati dan harus turun temurun ke anak cucu," tandasnya.

Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Batang, Kantor Pertanahan Kabupaten Batang, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, PT Rimba Partikel Indonesia dan Kelompok Tani

"Omah Tani" Tumbrep tentang Pengembangan Tanaman Industri pada Lokasi Reforma Agraria di Desa Tumbrep Kecamatan Bandar Kabupaten Batang dalam rangka Pemberian Akses Reformasi. Acara dilanjutkan dengan penandatanganan Prasasti Reforma Agraria oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Gubernur Jawa Tengah, Plt Kepala Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah, dan Bupati Batang.

Sumber : (humas jateng)

Post a Comment