Pemerintah  Kota (Pemkot) Surabaya memiliki perhatian besar terhadap anak-anak dengan pendidikan  khusus yang ada di Kota Pahlawan. Adanya perhatin besar itu terbaca dari  rencana Pemkot Surabaya untuk menaikkan anggaran pendidikan khusus/pendidikan inklusi  bagi anak-anak khusus tersebut. 
Rencana  tersebut disampaikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, ketika menghadiri  acara apresiasi siswa pendidikan khusus di Balai Pemuda pada Minggu  (23/8/2015).
Dihadapan  para orang tua yang memiliki anak-anak berpendidikan khusus juga para guru yang  sehari-hari bekerja penuh dedikasi di sekolah inklusi, Wali Kota Tri  Rismaharini menyebut akan mengajukan usulan di Perubahan Anggaran Khusus (PAK)  untuk pendidikan anak-anak tersebut. 
Acara  tersebut juga dihadiri Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan,  Asisten IV Sekkota Surabaya, Eko Haryanto, Kepala Dinas Pendidikan Kota  Surabaya, Ikhsan, Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Agustin Poliana, juga Ketua  Dewan Pendidikan Surabaya, Martadi. 
"Saya  ajukan usulan di PAK untuk pendidikan anak-anak inklusi ini, juga untuk  menambah pendapatan guru inklusi. Karena tugasnya mereka (guru-guru sekolah  inklusi) lebih berat," tegas wali kota yang lantas disambut tepuk tangan orang  tua dan guru yang hadir. 
Wali  kota juga berpesan agar para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus  agar tidak berkecil hati. Menurut wali kota, anak-anak tersebut sempurna.  Kalaupun ada yang melihat mereka berbeda, anak-anak itupun juga menganggap  orang lain berbeda. "Anak-anak ini luar biasa. Karena itu, ibu-ibu jangan  berkecil hati. Kita mendidik mereka seolah mereka biasa saja. Kita harus merasa  tidak ada yang beda. Mari bersama merawat anak-anak kita," sambung salah satu  walikota terbaik dunia versi World Mayor Prize (WMP) ini.
Sementara  Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Martadi, mengapresiasi positif rencana  Pemkot Surabaya untuk memberikan perhatian kepada pendidikan anak-anak inklusi  di kota yang telah berusia 722 tahun ini. Menurut Martadi, kebutuhan pendidikan  anak-anak berkebutuhan khusus memang berbeda dengan anak-anak lainnya. 
"Kalau  untuk anak biasa, 30 anak bisa ditangani satu guru. Tapi kalau untuk anak  inklusi, satu guru bisanya menangani lima anak. Dari sisi itu, jelas kebutuhan  anggaran pendidikan anak-anak ini lebih esar. Itu belum kebutuhan alat peraga  dan media peraga pengembangan minat khusus seperti kesenian atau elektro.  Memang mahal, tapi harus mulai dialokasikan," jelas Martadi.  
Yang  masih menjadi pekerjaan rumah, sambung Martadi, di Surabaya belum ada banyak  guru yang memiliki latar belakang menangani anak-anak inklusi. Sementara, untuk  menjadi guru di sekolah inklusi, dibutuhkan tingkat ketelatenan yang berbeda  dibanding sekolah pada umumnya. "Karena itu, gurunya kadang merasa kewalahan.  Solusinya adalah dengan memberikan pelatihan kepada guru-guru di sekolah biasa.  Karena mengajar di sekolah inklusi itu sangat berbeda. Selain butuh  ketelatenan, juga diperlukan strategi belajar yang berbeda. Guru-gurunya harus  lebih kreatif," ujarnya.
Martadi  menambahkan, untuk pencapaian pendidikan inklusi di Surabaya, ada kecenderungan  setiap tahunnya naik. Hal itu bisa mengacu pada bertambahnya jumlah anak-anak  inklusi yang disekolahkan. Maknanya, sambung Martadi, orang tua yang sebelumnya  bila memiliki anak berkebutuhan khusus cenderung disembunyikan, kini lebih  terbuka. 
"Ke  depan, kita perlu lebih mendorong supaya orang tua memiliki kesadaran agar  anak-anak berkebutuhan  khusus ini  disekolahkan. Ini penting. Bila orang tua kini sudah memiliki kesadaran, Pemkot  tinggal menyiapkan fasilitas dan sarana untuk mengakomodir kepentingan  anak-anak ini," sambung pakar pendidikan dari Univesitas Negeri Surabaya ini.
Seusai  menyanyikan beberapa lagu bersama puluhan anak-anak di atas panggung dengan iringan  "suara emas" dan juga permainan keyboard menawan dari Kiki—salah satu anak  inklusi beprestasi, wali kota lantas mendatangi beberapa stan yang menampilkan  kreasi siswa berpendidikan khusus. (*) 

Post a Comment